Cara Pandang Mayora & L'Oreal Melihat Media Sebagai Platform Beriklan

Posted on 05 Agustus 2020

Dua brand ternama, Mayora dan L'Oreal memiliki cara pandang berbeda dalam hal beriklan, terlebih di era digitalisasi seperti saat ini.

Banyak orang mulai menghabiskan waktunya untuk berselancar di dunia maya.

Entah untuk mencari hiburan atau sekedar berkirim pesan singkat.

Sebuah riset yang dilakukan oleh Google Temasek dalam e-Conomy SEA 2018 menyebutkan masyarakat Indonesia saat ini 70% terhubung dengan internet.

Hasil riset ini sudah pasti menjadi kabar bahagia bagi pemilik usaha yang menjadikan digital sebagai ladang promosi produknya.

Seperti yang dirasakan oleh produk kosmetik ternama L'Oreal.

Berdasarkan data L'Oreal Global di tahun 2017 penjualan produk di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan melalui saluran e-commerce.

Peningkatannya hingga 33,6% year on year (yoy) atau mencapai 8% dari penjualan global.

"Kami sadar bahwa internet menjadi peluang terkuat untuk mengembangkan bisnis, sehingga kami harus siap untuk mengatur segala hal yang berhubungan dengan digital", kata Presiden Direktur PT L’Oréal Indonesia, Umesh Phadke.

Umesh sangat yakin jika era digital menjadi pijakan baru untuk bagi L'Oreal menjalankan strategi penjualannya.

Salah satu strategi yang sedang dijalankan oleh L'Oreal adalah Virtual Makeup Try On.

Dengan fitur terbaru tersebut calon pembeli dapat mencoba "menggunakan make up" simulasi dengan teknologi AR. 

Lain cerita dengan Mayora yang merasa kurang begitu perlu memaksimalkan iklan digital.

Global Marketing Director Mayora Ricky Afrianto menegaskan jika produknya saat ini memanfaatkan televisi sebagai media kampanye produk makanan dan minuman.

"Televisi masih sangat kami andalkan, namun untuk masuk ke ranah digital, ini merupakan tantangan. Bagaimana produk makanan dan minuman bisa menarik emosi pelanggan sehingga bisa membeli produk lewat iklan online? Ini yang harus kami pelajari," kata Ricky dalam forum MMA Impact Indonesia 2019 di Jakarta, Kamis (03/10/2019).

Menurutnya, target pasar TV lebih jelas ketimbang digital.

Dari segi usia dan segmentasi, pemirsa televisi juga dapat dideteksi berdasarkan program yang dilihat.

Audience yang menyaksikan TV berarti telah siap menerima hiburan dan belum tentu terjadi pada penikmat dunia maya.

Mereka yang terkoneksi dengan jaringan internet belum tentu membuka media sosialnya untuk mencari hiburan.

Selain itu, pemirsa televisi juga lebih terdeteksi karena kemungkinan mereka hanya memindah channel.

Sedangkan pengguna gawai bisa saja menggunakan smartphone mereka untuk bermain, olahraga, hingga mendengarkan musik.


Related Posts